Majestic
Beberapa hari yang lalu, kami tak sengaja lewat Jalan Braga. Hampir tidak ada yang berubah dari jalan Braga selain bergantinya beberapa toko menjadi tempat makan dan distro. Namun kemarin ada yang baru dari bangunan Majestic, bangunan bekas bisokop yang namanya tenar di Bandung. Sebelumnya bangunan ini menjadi Asia-Africa Cultural Centre (AACC), hanya saja operasional gedung ini sempat terhenti setelah adanya kasus meninggal beberapa penonton dalam konser peluncuran album dari band Beside.
Majestic pula yang menjadi saksi bisu masa-masa remaja kami. Belasan tahun silam, ketika kami masih duduk di bangku sekolah menengah di Bandung, kami sering menonton film “panas” di bioskop ini. Hampir setiap senin dan kamis kami selalu menyambangi bioskop-bioskop gurem ( pada akhir dekade ’90-an Majestic sudah kehilangan pamor) untuk menonton film dengan harga tiket yang murah. Seingat kami, harga tiket masuk untuk nonton hemat (nomat) setiap hari senin mulai diberlakukan pada masa-masa kami menginjak usia remaja. Kebijakan nomat diambil, mungkin, untuk menarik jumlah penonton. Film-film yang diputar disana biasanya film-film yang banyak menyajikan adegan panas (tentu sudah disensor lebih dulu).
Beberapa bioskop yang mengadakan pemutaran film pada waktu diantaranya Dallas di jalan Dalem Kaum, Palaguna dan Nusantara di Jalan Alun-Alun Barat, Dian Theatre di jalan Dalem Kaum, Majestic di Jalan Braga, Artha 21 di Jalan Karapitan, Kiara 21 di Jalan Kiaracondong, Kopo 21 di Jalan Kopo, Astor 21 di Jalan Ujungberung, Taman Hiburan di Jalan Ahmad Yani. Ada juga beberapa bioskop yang sudah tidak lagi mengadakan pemutaran film, tapi namanya masih sering disebut masyarakat sekitar untuk menunjukkan posisi tempat (seperti untuk menunjukkan alamat dengan menyebut seberang bioskop anu atau dekat bioskop anu) diantaranya yang sering terdengar ketika kami remaja adalah Nirwana di Jalan Ahmad Yani, Taman Warga di Jalan Supratman, Bison di Jalan Sukajadi, Taman Senang (kalo ga salah) di Daerah Jamika, Panti Karya di Jalan Merdeka, Panti Budaya di Jalan Perintis Kemerdekaan, Liberty di Jalan Kiaracondong, dan lainnya.
Tapi masih ada bioskop yang masih bertahan hingga sekarang seperti, Astor 21 (meski jumlah penontonnya sudah jauh sangat berkurang), Regent di Jalan Veteran, Nusantara (kalo ga salah) di Jalan Alun-Alun Barat, dan Galaksi 21. Saat ini bioskop di Bandung didominasi bioskop modern diantaranya Ciwalk XXI, BSM XXI, Braga XXI, BIP XXI, Blitz Megaplex, dan BTC XXI. Bahkan ada bisokop yang khusus menyediakan ruangan yang lebih privasi dengan kapasitas tidak lebih dari 30 orang.
Kembali ke masa remaja. Bintang film panas yang terkenal ketika itu adalah Sally Marcelina, Inneke Koesherawati, Yurike Prastika, Ayu Azhari, Ibra Azhari, Reynaldi, dan masih banyak lainnya. Saking rutinnya kami menonton, ada teman yang dia sudah tidak pernah ditagih biaya parkir karena sudah kenal baik dengan petugas parkirnya.
Beberapa preman yang sering mangkal di kawasan Alun-alun Bandung pun pernah kami kenal, karena kami pernah dipalak tapi tidak kapok untuk kembali lagi nonton di bioskop yang sama. biasanya kami pergi nonton masih mengenakan pakaian seragam.
Hampir di semua bioskop-bioskop itu kami bisa menonton sambil merokok. Sebetulnya kami hanya ikut-ikutan penonton lain yang lebih dewasa dari kami. Kami masih ingat, dengan berbekal uang 2000 rupiah, kita bisa nonton film dengan nyaman ditemani segelas air mineral dan sebatang rokok Dji Sam Soe. Sering juga kami menonton di beberapa theatre pada satu bioskop yang sama karena toiletnya sama hanya berbeda pintu masuknya saja. Lemahnya pengawasan dari petugas juga turut berperan kami bisa seperti itu. Kami sering memergoki pasangan-pasangan yang sedang asyik memadu kasih di bioskop. Boleh jadi mereka memanfaatkan bioskop menjadi tempat pacaran yang murah meriah dan tidak terganggu oleh orang lain. Suasana di dalam gedung bioskop memang mendukung hal tersebut. Ruangan yang gelap dan suara dari film yang keras bisa meredam aktifitas mereka. Sering juga kami melihat ada wanita atau pria yang menjajakan dirinya di bioskop-bioskop itu. Kami tahu karena kami sering juga digoda mereka.
Setelah masa kejayaan bioskop di Bandung berakhir, beberapa bekas bangunan bioskop berubah fungsi, termasuk Majestic. Setelah sempat menjadi bangunan terbengkalai, Majestic pernah dijadikan pusat kebudayaan Asia-Afrika. Namun ini pun tidak berlangsung lama setelah ada kasus meninggalnya beberapa penonton pada sebuah konser musik. Beberapa hari yang lalu kami melihat ada tulisan dari neon sign berwarna merah menyala dengan tulisan “New Majestic”. Entah apa lagi yang akan dialami oleh gedung ini. Semoga apa pun itu membawa perubahan ke arah yang lebih baik dan menjadi motor pelestarian bangunan-bangunan bersejarah di Bandung. Karena beberapa bangunan bekas bioskop itu mempunyai nilai historis berkaitan dengan perkembangan kota ini.
Komentar
Posting Komentar