HALAL BI HALAL POPTI BANDUNG
Sabtu pagi di penghujung Oktober 2010, kami bertiga mengawali hari dengan aktifitas yang lumayan luar biasa. Khususnya buat si kecil Ara. Usianya belum genap 2 bulan, tapi pagi itu dengan terpaksa ia mandi jam 6 lewat sedikit. Kami mendapat undangan halal bihalal POPTI Bandung di Saung Angklung Udjo. Berhubung kediaman kami sekarang berada jauh di selatan Bandung, sedangkan tempat acara berada di sebelah Utara, maka kami berangkat sebelum jam 8.
Perjalanan dengan menggunakan sepeda motor memaksaku tidak bisa memacu kendaraan dengan cepat. Maklum, sekarang penumpang motor ada 3 orang. Alhasil perjalanan dari rumah ke Saung Angklung Udjo kami tempuh dalam waktu lebih dari satu jam.
Setiba disana tamu undangan sudah ramai. Panitia berbaur dengan undangan lain memenuhi tempat duduk yang tersedia di ruang pertunjukkan. Tidak memerlukan waktu lama buat si Ara untuk menarik perhatian para pengurus POPTI.
Tiba di ruang pertunjukan, kami melihat beberapa kelompok pengurus POPTI dari kota-kota lain di Jawa Barat. Tak jarang diantara mereka terlibat diskusi serius tentang bagaimana penanganan Thalassaemia di kotanya. Mereka saling bertukar pengalaman, karena mayoritas dari mereka mempunyai anak yang menderita Thalassaemia.
Rasa bangga muncul setelah beberapa anak Thaler berseragam kaos warna putih satu per satu maju ke tengah sambil menenteng angklung. Di barisan belakang beberapa orangtua melakukan hal serupa. Tak lama kemudian, terdengar simfoni lagu-lagu yang sudah akrab di telinga penonton. Dibawah arahan Pak Sam Udjo, Putra dari alm. Mang Udjo, mereka memainkan angklung dengan penuh percaya diri. perasaan itulah yang terus kami tumbuhkan kepada para thaler. Kepercayaan diri mereka harus terus ada.
Acara demi acara bergulir tanpa terasa, hingga pada akhir acara sang pemandu mengajak segenap pengunjung untuk turun dan bergembira bersama dengan yang lainnya.
Banyak pelajaran berharga yang bisa kami ajarkan kepada si Ara sepulangnya dari sana. Seperti doanya Jendral Douglas Mc Arthur. Semoga.
Perjalanan dengan menggunakan sepeda motor memaksaku tidak bisa memacu kendaraan dengan cepat. Maklum, sekarang penumpang motor ada 3 orang. Alhasil perjalanan dari rumah ke Saung Angklung Udjo kami tempuh dalam waktu lebih dari satu jam.
Setiba disana tamu undangan sudah ramai. Panitia berbaur dengan undangan lain memenuhi tempat duduk yang tersedia di ruang pertunjukkan. Tidak memerlukan waktu lama buat si Ara untuk menarik perhatian para pengurus POPTI.
Tiba di ruang pertunjukan, kami melihat beberapa kelompok pengurus POPTI dari kota-kota lain di Jawa Barat. Tak jarang diantara mereka terlibat diskusi serius tentang bagaimana penanganan Thalassaemia di kotanya. Mereka saling bertukar pengalaman, karena mayoritas dari mereka mempunyai anak yang menderita Thalassaemia.
Rasa bangga muncul setelah beberapa anak Thaler berseragam kaos warna putih satu per satu maju ke tengah sambil menenteng angklung. Di barisan belakang beberapa orangtua melakukan hal serupa. Tak lama kemudian, terdengar simfoni lagu-lagu yang sudah akrab di telinga penonton. Dibawah arahan Pak Sam Udjo, Putra dari alm. Mang Udjo, mereka memainkan angklung dengan penuh percaya diri. perasaan itulah yang terus kami tumbuhkan kepada para thaler. Kepercayaan diri mereka harus terus ada.
Acara demi acara bergulir tanpa terasa, hingga pada akhir acara sang pemandu mengajak segenap pengunjung untuk turun dan bergembira bersama dengan yang lainnya.
Banyak pelajaran berharga yang bisa kami ajarkan kepada si Ara sepulangnya dari sana. Seperti doanya Jendral Douglas Mc Arthur. Semoga.
Komentar
Posting Komentar